Senin, 12 Maret 2012

KEPERAWATAN INTRA OPERATIF

A. PENGERIAN
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.

B. FUNGSI KEPERAWATAN INTRA OPERATIF
Selain sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin kelancaran jalannya operasi dan menjamin keselamatan pasien selama tindakan pembedahan. Secara umum fungsi perawat di dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam hubungan aktivitas-aktivitas sirkulasi dan scrub (instrumentator).
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi keselamatan dan kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang operasi. Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu yang sesuai, kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi dan ketersediaan berbagai material yang dibutuhkan sebelum, selama dan sesudah operasi. Perawat sirkuler juga memantau praktik asepsis untuk menghindari pelanggaran teknik asepsis sambil mengkoordinasi perpindahan anggota tim yang berhubungan (tenaga medis, rontgen dan petugas laboratorium). Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama prosedur operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse termasuk melakukan desinfeksi lapangan pembedahan dan drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan untuk pembedahan. Selain itu perawat scrub juga membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen yang dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain serta terus mengawasi kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup perawat harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan bahwa semua jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan perawat tentang anatomi, perawatan jaringan dan prinsip asepsis, mengerti tentang tujuan pembedahan, pemahaman dan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan untuk bekerja sebagai anggota tim yang terampil dan kemampuan untuk menangani segala situasi kedaruratan di ruang operasi.


C. PRINSIP-PRINSIP UMUM
1. Prinsip Kesehatan dan Baju
a. Kesehatan yang baik sangat penting untuk setiap orang dalam ruang operasi. Sehingga keadaan pilek, sakit tenggorok, infeksi kulit, merupakan sumber organisme patogenik yang harus dilaporkan;
b. Hanya baju ruang operasi yang bersih dan dibenarkan oleh institusi yang diperbolehkan, tidak dapat dipakai di luar ruang operasi;
c. Masker dipakai sepanjang waktu di ruang operasi yang meminimalkan kontaminasi melalui udara, menutup seluruh hidung dan mulut, tetapi tidak mengganggu pernafasan, bicara atau penglihatan, menyatu dan nyaman;
d. Tutup kepala secara menyeluruh menutup rambut (kepala dan garis leher termasuk cambang) sehingga helai rambut, jepitan rambut, penjepit, ketombe dan debu tidak jatuh ke dalam daerah steril;
e. Sepatu sebaiknya nyaman dan menyangga. Bakiak, sepatu tenis, sandal dan bot tidak diperbolehkan sebab tidak aman dan sulit dibersihkan. Sepatu dibungkus dengan penutup sepatu sekali pakai atau kanvas;
f. Bahaya kesehatan dikontrol dengan pemantauan internal dari ruang operasi meliputi analisis sampel dari sapuan terhadap agens infeksius dan toksik. Selain itu, kebijakan dan prosedur keselamatan untuk laser dan radiasi di ruang operasi telah ditegakkan.

2. Prinsip Asepsis Perioperatif
a. Pencegahan komplikasi pasien, termasuk melindungi pasien dari operasi;
b. Ruang operasi terletak di bagian rumah sakit yang bebas dari bahay seperti partikel, debu, polutan lain yang mengkontaminasi, radiasi, dan kebisingan;
c. Bahaya listrik, alat konduktifitas, pintu keluar darurat yang bebas hambatan, dan gudang peralatan dan gas-gas anesthesia diperiksa secara periodik.

3. Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan

4. Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril). Semua anggota tim operasi harus memahami konsep tersebut diatas untuk dapat memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga menghilangkan atau meminimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya penularan berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah, cairan peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.

5. Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan tindakan drapping.

6. Prinsip asepsis instrumen
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.

D. PROTOKOL KEPERAWATAN INTRA OPERATIF
Hanya personel yang telah melakukan scrub dan memakai pakaian operasi yang boleh menyentuh benda-benda steril.

E. PERATURAN DASAR ASEPSIS BEDAH
1. Umum
a. Permukaan atau benda steril dapat bersentuhan dengan permukaan atau benda lain yang steril dan tetap steril; kontak dengan benda tidak steril pada beberapa titik membuat area steril terkontaminasi
b. Jika terdapat keraguan tentang sterilitas pada perlengkapan atau area, maka dianggap tidak steril atau terkontaminasi
c. Apapun yang steril untuk satu pasien hanya dapat digunakan untuk pasien ini. Perlengkapan steril yang tidak digunakan harus dibuang atau disterilkan kembali jika akan digunakan kembali.
2. Personal
a. Personel yang scrub tetap dalam area prosedur bedah, jika personel scrub meninggalkan ruang operasi, status sterilnya hilang. Untuk kembali kepada pembedahan, orang ini harus mengikuti lagi prosedur scrub, pemakaian gown dan sarung tangan
b. Hanya sebagian kecil dari tubuh individu scrub dianggap steril; dari bagian depan pinggang sampai daerah bahu, lengan bawah dan sarung tangan (tangan harus berada di depan antara bahu dan garis pinggang
c. Suatu pelindung khusus yang menutupi gaun dipakai, yang memperluas area steril
d. Perawat instrumentasi dan semua personel yang tidak scrub tetap berada pada jarak aman untuk menghindari kontaminasi di area steril
3. Penutup/Draping
a. Selama menutup meja atau pasien, penutup steril dipegang dengan baik di atas permukaan yang akan ditutup dan diposisikan dari depan ke belakang
b. Hanya bagian atas dari pasien atau meja yang ditutupi dianggap steril; penutup yang menggantung melewati pinggir meja adalah tidak steril
c. Penutup steril tetap dijaga dalam posisinya dengan menggunakan penjepit atau perekat agar tidak berubah selama prosedur bedah
d. Robekan atau bolongan akan memberikan akses ke permukaan yang tidak steril di bawahnya, menjadikan area ini tidak steril. Penutup yang demikian harus diganti.
4. Pelayanan Peralatan Steril
a. Pak peralatan dibungkus atau dikemas sedemikian rupa sehingga mudah untuk dibuka tanpa resiko mengkontaminasi lainnya
b. Peralatan steril, termasuk larutan, disorongkan ke bidang steril atau diberikan ke orang yang berscrub sedemikian rupa sehingga kesterilan benda atau cairan tetap terjaga
c. Tepian pembungkus yang membungkus peralatan steril atau bagian bibir botol terluar yang mengandung larutan tidak dianggap steril
d. Lengan tidak steril perawatan instrumentasi tidak boleh menjulur di atas area steril. Artikel steril akan dijatuhkan ke atas bidang steril, dengan jarak yang wajar dari pinggir area steril.
5. Larutan
Larutan steril dituangkan dari tempat yang cukup tinggi untuk mencegah sentuhan yang tidak disengaja pada basin atau mangkuk wadah steril, tetapi tidak terlalu tinggi sehingga menyebabkan cipratan (bila permukaan steril menjadi basah, maka dianggap terkontaminasi).

F. AKTIVITAS KEPERAWATAN SECARA UMUM
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu :
a. Safety Management
b. Monitoring Fisiologis
c. Monitoring Psikologis
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care Safety Management

Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah :
1. Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien ditempatkan pada posisi tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah:
a. Daerah operasi
b. Usia
c. Berat badan pasien
d. Tipe anastesi
e. Nyeri : normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami gangguan pergerakan, seperti artritis.

Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi :
a. Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh
1) Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi, appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
2) Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal : Lamninectomy
3) Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering digunakan untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis
4) Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal seperti : Hemmoiroidektomy
5) Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul.
6) Pemajanan area pembedaha
7) Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drappin.
b. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
1. Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
2. Memasang alat grounding ke pasien.
3. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif.
4. Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.

c. Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
1. Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus.
2. Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.
3. Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi secepatnya.
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar). Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)

Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain :
1. Memanage keamanan fisik pasien
2. Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis

G. TIM OPERASI
Setelah kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar operasi, maka sekarang kita akan membahas anggota tim yang terlibat dalam operasi. Anggota tim operasi secara umum dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu anggota tim steril dan anggota tim non steril. Berikut adalah bagan anggota tim operasi :
a. Steril :
1. Ahli bedah
2. Asisten bedah
3. Perawat Instrumentator (Scub nurse)
b. Non Steril :
1. Ahli anastesi
2. Perawat anastesi
3. Circulating nurse
4. Teknisi (operator alat, ahli patologi dll.)
c. Surgical Team:
Perawat steril bertugas :
1. Mempersiapkan pengadaan alat dan bahan yang diperlukan untuk operasi.
2. Membatu ahli bedah dan asisten saat prosedur bedah berlangsung
3. Membantu persiapan pelaksanaan alat yang dibutuhkan seperti jatrum, pisau bedah, kassa dan instrumen yang dibutuhkan untuk operasi.
d. Perawat sirkuler bertugas :
1. Mengkaji, merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi aktivitas keperawatan yang dapat memenuhi kebutuhan pasien.
2. Mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman
3. Menyiapkan bantuan kepada tiap anggota tim menurut kebutuhan.
4. Memelihara komunikasi antar anggota tim di ruang operasi.
5. Membantu mengatasi masalah yang terjadi.

Jumat, 09 Maret 2012

penyediaan air bersih

PENDAHULUAN
Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Kebutuhan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Menurut WHO di Negara – negara maju tiap orang memerlukan air antara 60 – 120 liter per hari.
Di antara kegunaan – kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah untuk minum,. Oleh karena itu, untuk keperluan minum air harus mempunyai persyaratan khusus agak air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan tergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada disekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industry, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain.
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena penyediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat.

PEMBAHASAN
A. Standar Air Bersih dan Aman

Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut antara lain :
a. Bebas dari kontaminasi kuman atau penyakit
b. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun
c. Tidak berasa dan tidak berbau
d. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestic dan rumah tangga
e. Memenuhi standart minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen kesehatan RI

Berikut standar-standar untuk kelayakan air minum yang berlaku di Indonesia, menurut Permenkes RI No.01/Birhubmas/I/1975
• Standar fisik : suhu, warna, bau, rasa, kekeruhan
• Standar biologis : kuman parasit, pathogen, bakteri golongan koli (sebagai patokan adanya pencemaran tinja)
• Standar kimia : pH, jumlah zat padat, dan bahan kimia lain
• Standar radioaktif : radioaktif yang mungkin ada dalam air
Air dinyatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia yang berbahaya, dan sampah atau limbah industri



B. Sumber Air Tawar

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air tawar dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Air Angkasa (Hujan)
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, namun air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer.

b. Air Permukaan
Air permukaan merupakan salah stu sumber penting bahan baku air bersih. Suber-sumber air permukaan meliputi badan-badan air seperti sungai, laut, danau, telaga, waduk, rawa, terjun, selokan,parit, bendungan dan sumur permukaan. Air terjun dapat dipakai untuk sumber air di kota-kota besar karena air tersebut sebelumnya sudah dibendung oleh alam dan jatuh secara gravitasi. Air ini tidak tercemar sehingga tidak membutuhkan purifikasi bacterial.

Sumber air permukaan yang berasal dari sungai, selokan, dan aparit mempunyai persamaan yaitu airnya mengalir dan dapat menghanyutkan bahan yang tercemar. Sumber air permukaan yang berasal dari rawa, bendungan, dan danau memiliki air yang tidak mengalir, tersimpan dalam waktu yang lama dan mengandung sisa-sisa pembusukan alam, misalnya, pembusukan tumbuh-tumbauhan, ganggang, fungi dan lain-lain. Sedangkan air permukaan yang berasal dari air laut mengandung kadar garam yang tinggi sehingga jika akan akan digunakan untuk air minum, air tersebut harus menjalai proses ion-exchange.

c. Air Tanah
Air tanah merupakan sebagian dari air hujan yang mencapai permukaan bumi dan menyerap ke dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah. Sebelum mencapai lapisan tempat air tanah, air hujan akan menembus beberapa lapisan tanah dan menyebabkan terjadinya kesadahan pada air (hardness of water). Kesadahan pada air ini menyebakan air mengandung zat-zat mineral dlam konsentrasi. Zat-zat mineral tersebut, antara lain kalsium, magnesium logam berat seperti Fe dan Mn. Akibatnya, apabila kita menggunakan air sadah untuk mencuci, sabun yang kita gunakan tidak akan berbusa dan bila diendapkan akan terbentuk endapan semacam kerak.

C. Syarat-syarat Air Minum yang Sehat

Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya di usahakan memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidak-tidaknya diusahakan mendekati persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut :
a. Syarat fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak berwarna), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara di luarnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari. Cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar
b. Syarat bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri pathogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri pathogen, adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
c. Syarat kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat – zat tertentu di dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.

Sesuai dengan prinsip teknologi tepat guna di pedesaan maka air minum yang berasal dari mata air dan sumur dalam adalah dapat diterima sebagai air yang sehat, dan memenuhi ketiga persyaratan tersebut di atas, asalkan tidak tercemar oleh kotoran-kotoran terutama kotoran manusia dan binatang. Oleh karena air, maka air atau sumur yang ada di pedesaan harus mendapatkan pengawasan dan perlindungan agar tidak dicemari oleh penduduk yang menggunakan air tersebut.

D. Sumber-sumber Air Minum

Pada prinsipnya semua air minum dapat di proses menjadi air minum. Sumber – sumber ini dapat digambarkan :
1. Air hujan
Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum. Tetapi air hujan tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar dapat dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium di dalamnya.
2. Air sungai dan air danau
Menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danua ini juga dari air hujan yang mengalir melalui saluran – saluran ke dalam sungai atau danau ini. Kedua sumber air ini sering juga disebut air permukaan. Oleh karena air sungai dan danau ini sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai macam kotoran, maka bila akan dijadikan air minum harus di olah terlebih dahulu.
3. Mata air
Air yang keluar dari mata air ini biasanya berasal dari mata air tanah yang muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air mata air ini bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air minum langsung. Tetapi karena belum yakin apakah betul belum tercemar, maka alangkah baiknya air tersebut direbus dahulu sebelum diminum.
4. Air sumur dangkal
Air ini keluar dari dalam tanah, maka juga disebut air tanah. Air berasal dari lapisan air di dalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari permukaaan tanah dari tempat yang satu ke yang lainnya berbeda – beda. Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum begitu sehat , kareana kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu, perlu direbus dahulu sebelum diminum.
5. Air sumur dalam
Air ini berasal dari lapisan air kedua didalam tanah. Dalamnya dari permukaan tanah biasanya di atas 15 meter. Oleh karena itu, sebagian besar air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum yang langsung ( tanpa melalui pengobatan )

E. Pengelolaan Air Minum Secara Sederhana

Sumber-sumber air minum pada umumnya dan pada khususnya di daerah perdesaan tidak terlindungi, sehingga air tersebut tidak atau kurang memenuhi persyaratan kesehatan, untuk itu perlu pengolahan terlebih dahulu, ada beberapa cara pengolahan air minum antara lain :
1. Pengolahan secara alamiah
Pengolahan ini dilakukan dalam bentuk penyimpanan dari air yang diperoleh dari berbagai sumber seperti air danau, air kali, air sumur dsb. Didalam penyimpanan ini air didiamkan untuk beberapa jam di tempatnya. Kemudian akan terjadi kongulasi zat-zat yang terdapat di dalam air, dan akhirnya terbentuk endapan. Air akan menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada dalam air akan ikut mengendap.
2. Pengolahan air dengan menyaring
Penyaringan air secara sederhana dapat dilakukan dengan krikil, ijuk, dan pasir.
3. Pengolahan air dengan menambah zat kimia
Zat kimia yang digunakan dapat berupa 2 macam yakni zat kimia yang berfungsi untuk kongulasi, dan akhirnya mempercepat pengendapan misalnya tawas. Zat kimia yang kedua adalah berfungsi untuk menyucihamakan / membunuh bibit penyakit yang ada di dalam air misalnya chlor.
4. Pengolahan air dengan mengalirkan udara
Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, menghilangkan gas-gas yang tidak diperlukan, misalnya CO2 dan juga menaikkan derajat keasaman air.
5. Pengolahan air dengan memanaskan sampai mendidih
Tujuannya untuk membunuh kuman – kuman yang terdapat pada air, pengolahan semacam ini lebih tepat hanya untuk konsumsi kecil, misalnya untuk kebutuhan rumah tangga, dilihat dari segi konsumennya pengolahan air pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1) Pengolahan air minum untuk umum
a. Penampungan Air hujan
Air hujan dapat di tampung di dalam suatu dam (danau buatan), yang di bangun berdasarkan partisipasi masyarakat setempat. Semua air hujan dialihkan ke danau tersebut melalui alur-alur air. Kemudian di sekitar danau tersebut dibuat sumur pompa atau sumur gali untuk umum. Air hujan juga dapat ditampung dengan bak-bak ferosemen, dan di sekitarnya air dibangun atap-atap untuk mengumpulkan air hujan. Di sekitar bak tersebut dibuat saluran-saluran keluar untuk pengambilan air untuk umum. Air hujan baik yang berasal dari sumur (danau) dan bak penampungan tersebut secara bakteriologik belum terjamin, untuk itu maka kewajiban keluarga-keluarga untuk memasaknya sendiri, misalnya dengan merebus air tersebut.


b. Pengelolaan Air sungai
Air sungai dialirkan ke dalam suatu bak penampungan 1, melalui saringan kasar yang dapat memisahkan benda-benda padat dalam parkitel besar. Bak penampung 1 tadi diberi saringan yang terdiri dari ijuk pasir, kerikil dan sebagainya. Kemudian air dialihkan ke bak penampung ke II di sini dibubuhkan tawas dan chlor. Dari sini baru dialihkan ke penduduk atau diambil penduduk sendiri langsung ke tempat itu. Agar bebas dari bakteri, bila air akan diminum masih memerlukan direbus terlebih dahulu.

c. Pengelolaan Mata Air
Mata air yang secara alamiah tmbul di desa-desa cemar oleh kotoran. Dari sini air tersebut dapat dialihkan ke rumah-rumah penduduk melalui pipa-pipa bamboo, atau penduduk dapat langsung mengambilnya sendiri ke sumber yang sudah terlindungi.

2) Pengolahan air untuk rumah tangga
a. Air sumur
Air sumur pompa, terutama air sumur pompa dalam sudah cukup memenuhi persyaratan kesehatan. Tetapi sumur pompa ini di daerah perdesaan masih mahal, di samping itu, teknologi masih dianggap tinggi untuk masyarakat perdesaan. Yang lebih umum di daerah perdesaan adalah sumur gali. Agar air sumur pompa gali ini tidak tercemar oleh kotoran di sekitarnya, perlu adanya syarat -syarat sebagai berikut :
• Harus ada bibir sumur, agar bila musim hujan tiba air tanah tidak akan masuk ke dalamnya
• Pada bagian atas kurang lebih 3 m dari permukaan tanah harus di tembok, agar air dari atas tidak dapat mengotori air sumur
• Perlu diberi lapisan kerikil di bagian bawah sumur tersebut untuk mengurangi kekeruhan. Sebagai pengganti kerikil, ke dalam sumur ini dapat dimasukan suatu zat yang dapat membentuk endapan, misalnya aluminium sulfat (tawas).
• Membersihkan air sumur yang keruh ini dapat dilakukan dengan menyaringnya dengan saringan yang dapat dibuat sendiri dari kaleng bekas.
Secara teknis sumur dapat dibagi menjadi menjadi 2 jenis :
a) Sumur Dangkal (shallow well)
Sumur semacam ini memiliki sumber air yang berasal dari resapan air hujan di atas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis sumur ini banyak terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang berasal dari kegiatan mandi-cuci-kakus (MCK) sehingga persyaratan sanitasi yang ada perlu sekali diperhatikan.
b)Sumur Dalam (deep well)
Sumur ini memiliki sumber air yang berasal dari proses purifikasi alami air hujan oleh lapisan kulit bumi menjadi air tanah. Sumber airnya tidak terkontaminasi dan memenuhi persyaratan sanitasi.
Tabel. perbedaan antara sumur dangkal dan sumur dalam
Sumur Dangkal Sumur Dalam
Sumber air Air permukaan Air tanah
Kualitas air Kurang baik Baik
Kualitas bakteriologis Kontaminasi Tidak terkontaminasi
Persediaan Kering pada musim kemarau Tetap ada sepanjang tahun

Sumur Sanitasi
Sumur sanitasi adalah jenis sumur yang telah memenuhi persyaratan sanitasi dan terlindung dari kontaminasi air kotor. Untuk membuat sumur sanitasi, persyaratan berikut ini harus dipenuhi :
• Lokasi
Langkah pertama adalah menentukan tempat yang tepat untuk membangun sumur. Sumur harus berjarak minimal 15meter dan terletak lebih tinggi dari sumber pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah, dsb.
• Dinding sumur
Dinding sumur harus dilapisi dengan batu yang disemen. Pelapisan dinding tersebut pling tidak sedalam 6 meter dari permukaan tanah.
• Dinding parapet
Dinding parapet merupakan dinding yang membatasi mulut sumur dan harus dibuat setinggi 70-75 cm dari permukaan tanah. Dinding ini merupakan satu kesatuan dengan dinding sumur.
• Lantai kaki lima
Lantai kaki lima harus terbuat dari semen dan lebarnya lebih kurang 1 meter ke seluruh jurusan melingkari sumur debgan keiringan sekitar 10 derajat kea rah tempat pembuangan air (drainase)
• Drainase
Drainase atau saluran pembuangan air harus dibuat menyambung dengan parit agar tidak terjadi genangan air disekitar sumur.
• Tutup sumur
Sumur sebaiknya ditutup dengan penutup terbuat dari batu terutama pada sumur umum. Tutup semacam itu dapat mencegah kontaminasi langsung pada sumur.
• Pompa tangan/listrik
Sumur harus dilengkapi dengan pompa tangan/listrik. Pemakaian timba dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kontaminasi.
• Tanggung jawab pemakai
Sumur umum harus dijaga kebersihannya bersama-sama oleh masyarakat karena kontaminasi dapat terjadi setiap saat.
• Kualitas
Kualitas air perlu dijaga terus melalui pelaksanaan pemeriksaan fisik, kimia maupun pemeriksaan bakteriologis secara teratur, terutama pada saat terjadinya wabah muntaber atau penyakit saluran pencernaan lainnya.
b. Air hujan
Kebutuhan rumah tangga akan air dapat pula dilakukan melalui penampungan air hujan. Tiap-tiap keluarga dapat melakukan penampungan air hujan dari atapnya masing-masing melalui aliran talang. Pada musim hujan hal ini tidak jadi maslah, tetapi pada musim kemarau mungkin menjadi masalah. Untuk mengatasi keluarga memerlukan tempat penampungan air hujan yang lebih besar agar mempunyai tendon (storage) untuk musim kemarau.

Minggu, 12 Juni 2011

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ULKUS DIABETIK
A. Pengertian
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

B. Etiologi
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
a. Faktor endogen.
1) Genetik, metabolik.
2) Angiopati diabetik.
3) Neuropati diabetik
b. Faktor ekstrogen
1) Trauma
2) Infeksi
3) Obat
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993)
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).

C. Patofisiologi
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

D. Manifestasi Klinik
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine :
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun, sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki / jari (-), kalus, claw toe
Ulkus tergantung saat ditemukan ( 0 – 5 )
2) Palpasi
a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
b) Klusi arteri dingin,pulsasi ( – )
c) Ulkus :kalus tebal dank eras.

b. Pemeriksaan fisik
1) Penting pada neuropati untuk cegah ulkus
2) Nilon monofilament 10 G
3) Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa
4) Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%), sensitifitas (83%).

c. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan.

d. Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis

e. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

F. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
3) Penghambat glukoneogenesis
4) Penghambat glukosidase alfa

b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

3. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari

4. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri

5. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total

6. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka

7. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I – V : pengelolaan medik dan bedah minor.

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
d. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
e. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
g. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
h. Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasan
i. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
j. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, hipertensi

H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh
I. Rencana intervensi keperawatan
1. Dx 1 : Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
a. Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal
b. Kriteria Hasil :
1) Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2) Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
3) Kulit sekitar luka teraba hangat
4) Edema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah
5) Sensorik dan motorik membaik
d. Rencana tindakan :
1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
2. Dx 2 : Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
a. Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka
b. Kriteria hasil :
1) Berkurangnya oedema sekitar luka
2) Pus dan jaringan berkurang
3) Adanya jaringan granulasi
4) Bau busuk luka berkurang
c. Rencana tindakan :
1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan
2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
3. Dx 3 : Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
a. Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
b. Kriteria hasil :
1) Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang
2) Penderita dapat melakukan metode kan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri
3) Pergerakan penderita bertambah luas
4) Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
c. Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien
2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri
3) Ciptakan lingkungan yang tenang
4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
4. Dx 4 : Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki
a. Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
b. Kriteria Hasil :
1) Pergerakan paien bertambah luas
2) Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan )
3) Rasa nyeri berkurang
4) Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan
c. Rencana tindakan :
1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien
2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal
3) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.


DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC
Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Nurlatifah, Gita (2010). Makalah Ilmiah: Asuhan Keperawatan pada klien dengan Diabetes Mellitus. Jakarta: Poltekkes Jakarta 3
http://yumizone.wordpress.com/2008/12/01/kaki-diabetik/
http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla:id:official&biw=1174&bih=552&tbs=isch:1&q=anatomi+pankreas&revid=1727137898&sa=X&ei=qdBHTZXmBIWnrAfojsmTBA&ved=0CC8Q1QIoAA
http://www.google.co.id/images?q=kulit&oe=utf-8&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&hl=id&tab=wi&biw=1174&bih=552
http://medicom.blogdetik.com/2009/03/11/ulkus-diabetik-2/
http://internisjournal.blogspot.com/2009/02/ulkus-diabetikum.html

Rabu, 08 Juni 2011

pola hidup orang gangguan jiwa

PEMBAHASAN

A. GANGGUAN POLA HIDUP
1) Kecemasan
Termasuk di dalamnya adalah gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan cemas fobia, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan stres pascatrauma. Kecemasan dapat dibedakan kecemasan (tidak jelas cemas terhadap apa) dari ketakutan atau fear (jelas atau tahu takut terhadap apa). Komponen psikologiknya dapat berupa: khawatir, gugup, tegang, cemas, rasa tak aman, takut, lekas terkejut, sedangkan komponen jenis somatiknya misalnya: palpitasi, keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah meninggi, respons kulit terhadap aliran listrik galvanik berkurang, peristaltik bertambah, lekositosis. Kecemasan dapat berupa:
a. Kecemasan yang mengambang (free-floating anxiety)
kecemasan yang menyerap dan tidak ada hubungannya dengan suatu pemikiran
b. Agitasi
kecemasan yang disertai kegelisahan motorik yang hebat
c. Panik
serangan kecemasan yang hebat dengan kegelisahan, kebingungan dan hiperaktivitas yang tidak terorganisasi.
2) Depresi
Pada pasien yang mengalami gangguan depresi termasuk di dalamnya adalah gangguan penyesuaian bisa mengalami kesulitan dalam mempertahankan tidur. Orang depresi biasanya akan lebih cepat bangun di pagi hari. Ada pula yang merasa mengantuk hampir sepanjang hari dan tidak ada gairah, namun jika ditidurkan tidak bisa. Depresi dengan komponen psikologik, misalnya: rasa sedih, susah, rasa tak berguna, gagal, kehilangan, tak ada harapan, putus asa, penyesalan yang patologis; dan komponen somatik, misalnya: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan nadi menurun sedikit.
3) Menarik diri dari interaksi sosial
Seseorang mulai memiliki keinginan untuk menyendiri, memiliki imaginasi yang sangat tinggi dan menikmati sebuah suasana kesendirian, suasana kesendirian yang terlalu berkepanjangan membuat seseorang menikmati kesendirian tersebut dan memicu munculnya fantasi - fantasi semu, jika fantasi - fantasi tersebut berubah menjadi sebuah persepsi nyata dan persepsi tersebut diyakini oleh yang bersangkutan maka seseorang tersebut akan mulai berbicara sendiri, berbicara dengan fantasinya dll.
4) Mengalami kesulitan mengorientasikan waktu
Orang dan tempat. Seseorang mengalami ketidakmampuan untuk mengingat dimana dia berada dan jam berapa dia saat itu, orang dengan kesulitan orientasi ini terjadi karena memorinya hanya berputar pada masalah - masalah yang dia pikirkan, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk mengenali waktu dan tempat.
5) Mengalami penurunan daya ingat dan daya kognitif parah
Ketika diminta untuk melakukan perhitungan sederhana maka dia tidak mampu melakukan dengan mudah, perhitungan yang mudah tersebut menjadi sebuah tugas sulit untuk mereka.

6) Gangguan kesadaran
a. Penurunan kesadaran
1. Apati
Mengantuk dan acuh-tak-acuh terhadap rangsang yang masuk diperlukannya rangsang yang sedikit lebih keras dai biasanya untuk menarik perhatiannya. Berkurangnya afek dan emosi terhadap sesuatu atau terhadap semua hal dengan disertai rasa terpencil dan tidak peduli.
2. Somnolensi
Jelas sudah lebih mengantuk dan rangsang yang lebih keras lagi diperlukan untuk menarik perhatiannya.
3. Sopor
Hanya berespon dengan rangsang yang keras; ingatan, orientasi, dan pertimbangan sudah hilang.
4. Subkoma dan koma
Tidak ada lagi respons terhadap rangsang yang keras; bila sudah dalam sekali, maka reflek pupil (yang sudah melebar) dan reflex muntah hilang lalu timbullah reflex patologik.

b. Kesadaran yang meninggi
Kesadaran yang meninggi adalah keadaan dengan respons yang meninggi terhadap rangsang: suara-suara terdengar lebih keras, warna-warni kelihatan lebih terang: disebabkan oleh berbagai zat yang merangsang otak.
c. Tidur
Gangguan tidur dapat berupa: insomnia, berjalan waktu tidur, mimpi buruk, narkolepsi, kelumpuhan tidur.
d. Hipnosa
Kesadaran yang sengaja diubah (menurun dan menyempit, artinya menerima rangsang hanya dari sumber tertentu saja) melalui sugesti; mirip tidur dan ditandai oleh mudahnya disugesti; setelah itu timbul amnesia.
e. Disosiasi
Adalah sebagian tingkah laku atau kejadian memisahkan dirinya secara psikologik dari kesadaran. Kemudian terjadi amnesia sebagian atau total. Disosiasi dapat berupa: trans, senjakala histerik, fugue, serangan histerik, sindroma ganser, menulis otomatis.
f. Kesadaran yang berubah
Tidak normal, tidak menurun, tidak meninggi, bukan disosiasi, tetapi kemampuan mengadakan hubungan dengan dan pembatasan terhadap dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf â€Å“tidak sesuai dengan kenyataan (secara kwalitatif), seperti pada psikosa fungsional.

B. GANGGUAN PENAMPILAN
1) Mengabaikan penampilan dan kebersihan diri
Orang dengan gangguan jiwa mengabaikan penampilan dan kebersihan diri, gambaran dirinya negativ sehingga mereka menganggap penampilan tersebut tidak penting, bahkan beberapa penderita gangguan jiwa parah telanjang dan tidak mengenakan busana berkeliaran kemana - mana.
2) Memiliki perilaku yang aneh
Mengurung diri dikamar, berbicara sendiri, tertawa sendiri, marah berlebihan dengan stimulus ringan, tiba - tiba menangis, berjalan mondar - mandir, berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas.
3) Memiliki keengganan melakukan segala hal
Mereka berusaha untuk tidak melakukan apa - apa bahkan marah jika diminta untuk melakukan apa - apa.
4) Gangguan orientasi
Orientasi adalah kemampuan seseorang untuk mengenal lingkungannya serta hubungannya dalam waktu dan ruang terhadap dirinya sendiri dan juga hubungan dirinya sendiri dengan orang lain. Disorientasi atau gangguan orientasi timbul sebagai akibat gangguan kesadaran dan dapat menyangkut waktu, tempat, atau orang.
5) Efori
Rasa riang, gembira, senang, bahagia yang berlebihan. Bila tidak sesuai dengan keadaan maka ini menunjukkan adanya gangguan jiwa..
6) Anhedonia
Ketidakmampuan merasakan kesenangan, tidak timbul perasaan senang dengan aktivitas yang biasanya menyenangkan baginya.
7) Afek atau emosi tak wajar
Tak wajar atau tak patut dalam situasi tertentu (terganggu secara kwalitatif), umpamanya ketawa terkikih-kikih waktu wawancara. Bila extrim akan menjadi inadequat, yaitu afek dan emosi yang bertentangan dengan keadaan atau isi pikiran dan dengan isi bicara.

8) Afek atau emosi labil
Berubah-ubah secara cepat tanpa pengawasan yang baik, umpamanya tiba-tiba marah-marah atau menangis.
9) Variasi afek atau emosi sepanjang hari
Perubahan afek dan emosi mulai sejak pagi sampai malam hari. Umpanya, pada psikosa manik-depresi maka jenis depresinya lebih keras pada pagi hari dan menjadi lebih ringan pada sore hari.
10) Ambivalensi
Emosi dan afek yang berlawanan timbul bersama-sama terhadap seorang, suatu obyek atau suatu hal.
11) Gangguan Perhatian
Tidak mampu memusatkan (memfokus) perhatian pada hanya satu hal/keadaan, atau lamanya memusatkan perhatian itu berkurang daya konsentrasi terganggu.
12) Grimas
Mimik yang aneh dan berulang-ulang.
13) Stereotipi
Gerakan salah satu anggota badan yang berkali-kali dan tidak bertujuan.
14) Pelagakan (mannerism)
Pergerakan atau lagak yang stereotip dan teatral (seperti sedang bermain sandiwara).

Rabu, 21 Juli 2010

TUGAS
PENATALAKSANAAN MENGENAI GASTRITIS AKUT


Mata Kuliah : Farmakologi

Dosen Pengampu : wahyu kurniawan


Disusun Oleh :

Akper 1B
Rizka Zulfidha (106109063)


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2009-2010


BAB I
NAMA PENYAKIT
(GASTRITIS AKUT)

A. Pengertian Penyakit
Gastritis sering berakibat diet yang sembarang. Individu ini makan terlalu banyak akan terlalu cepat atau makanan yang terlalu berbumbu atau menagndung mikroorganisme penyakit. Penyebab lain dari gastritis akut mencakup alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi. Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi, pembentukan jaringan parut dapat terjadi, yang mengkibatkan obstruksi pilotus, gastritis juga merupakan tanda pertama dari infeksi sistematik akut.

B. Etiologi
Etiologi ulkus peptiklum kurang dipahami, meskipun bakteri gram negatif H . pylorim telah sangat di yakini sebagai faktor penyebab. Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 50 tahun, tetapi relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun telah diobservasi pada anak – anak dan bayi.

C. Patofisiologi
Membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemik (kongesti dengan jaringan – cairan dan darah) dan mengalami erosi superfisial , bagian ini mensekresi sejumlah getah lambung , yang menagndung sangat sedikit asam terapi banyak mukus. Ulseri superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi. Pasien dapat mengalami ketidaknyamanan, sakit kepala, malas, mual, dan anoreksia, sering disertai dengan muntah dan cegukan beberapa pasian , asimtimatik. Mukosa lambung mampu memperbaiki diri sendiri setelah mengalami gastritis. Kadang – kadang, humoragi memerlukan intervensi bedah. Bila makanan pengiritasi tidak dimuntahkan tetapi mencapai usus, dapat mengakibatkan kolik dan diare. Biasanya, pasien sembuh kira – kira sehari, meskipun, napsu makan mungkin menurun selama 2 atau 3 hari kemudian.

D. Manifestasi klinis
Pasien dengan gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk gejala defesiensi vitamin B12. Pada gastritis tipe B, pasien mengeluh anoreksia napsu makanan buru, nyeri uluhati setelah makan, kembung, rasa asam di mulut, atau mual dan muntah.

E. Penatalaksanaan
a. Terapi Nonfarmakologi
1) Memperbanyak asupan air minum karena penggunaan obat, sedangkan fungsi ginjal sudah menurun.
2) Menghindari makanan yang merangsang sekresi asam lambung berlebih seperti makanan yang pedas, asam, beralkohol dan mengandung kafein.
3) Menghindari rokok dan stress, harus mendapatkan banyak istirahat dan hiburan.
4) Makan dengan teratur dan seimbang.
(Tjay dan Rahardja, 2007)

b. Terapi Farmakologi
Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Yaitu dengan Alumy


BAB II
ISI

A. Definisi
ALUMY merupakan kombinasi dari 2 bahan yang terpilih aluminium hidroksida sel magnesium trisilcate merupakan antacida yang non sistematik (tidak diserap ke dalam peredaran darah umun), sehingga tidak akan menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan meskipun dipergunakan dalam pengobatan jangka panjang.
Alumy mengurangi keasaman lambung baik secara kimiawi maupun secara fisik dengan jalam menetralkan dan menyerap asam yang berlebihan pada lambung hingga rasa nyeri pada lambung akan segera lenyap. Alumy merupakan obat pilihan utama penyakit lambung serta gangguan saluran pencernaan bagian atas lainnya.

B. Komposisi
Tiap tablet mengandung aluminium hidroksida gel kuning 200 mg

C. Farmakologi
Alumy merupakan kombinasi dari aluminium hidroksida dan magnesium terisilikat sebagai anastasida dengan dimetikon sebagai antiflatun.

D. Indikasi
Meringankan lambung, lambung berlebihan, asam lambung

E. Kontra indikasi
Pada pasien penderita fungsi ginjal

F. Dosis dan cara pemberian
1 – 4 tablet/sendok teh, 4 kali sehari, 30 menit – 7 jam setelah makan dan sebelum tidur

G. Cara penggunaan
Pengobatan simptomatik gejala hiperasiditas yang disebabkan gastritis, tukak lambung, refluks esofagitis dan hernia hiatus diafragma.

H. Efek samping
- Konstipasi, diare, mual dan muntah
- Hipophosphatenia dan osteomolacia
- Dialisi dinartia

I. Peringatan dan perhatian
- Tidak dianjurkan untuk digunakan terus menerus
- Bila diperlukan penggunaan bersama simetidin atau tetrasiklin harap diberikan dengan jarak waktu 1 – 2 jam
- Aluminium hidroksida gel pada pemakaian jangka panjang dengan diet rendah fosfat dapat menyebabkan osteomalacia renal richer.
- Magnesium trisilikat didalam usus berubah menjadi garam – garam magnesium yang mungkin dapat diabsorpsi dan diekskresi melalui ginjal sehingga bila terjadi gangguan fungsi ginjal dapat terjadi hiper magnesemia dengan gejala – gejala intoksikasi magnesium dan depresi susunan saraf pusat.
- Tidak dianjurkan untuk anak – anak di bawah 6 tahun , kecuali atas petunjuk dokter, karena biasanya kurang jelas penyebabnya.

J. Interaksi obat.
Efek obstipasi dari aluminium hidroksida gel akan dinetralisir oleh efek laxative dari magnesium trisilikat. Aluminium hidroksida gel akan menyebabkan turunnya absorbsi obat – obatan yang lain termasuk tetrasiliklin dan vitamin – vitamin serta memperlambat absorpsi guinidin. Magnesium trisilikan tak didapatkan interaksi secara khusus dengan obat – obatan lainnya.

K. Aturan pakai
Tablet kunyah
Dewasa : 1 – 2 tablet 4 kali sehari
Anak – anak : ½ tablet 4 kali sehari
Diminum : ½ jam setelah makan atau pada saat akan tidur malam.
Tablet harus dikunyah.

L. Kemasan
Blister isi 10 tablet
Botol isi ml suspensi

BAB III
FASE LITERATUL

A. FASE FARMASETIKA
• Disintergrasi
Pemecahan tablet/pil menjadi partikel – pertikel yang lebih kecil dengan disentergrasi, maka molekul aluminium hidroksida dan magnesium trisilikat terdapat dalam bentuk gel kering yang stabil dan dapat menetralkan keasaman lambung hingga PH meningkat sampai mencapai 3 – 5 serta mempertahankannya untuk jangka waktu yang relatif panjang.

• Disolusi
Dimetikon merupakan campuran dari cairan silikon aktif yang mengandung silikon dioksida dalam keadaan terdispresi halus.

• Rate limiting
Waktu yang diperlukan oleh obat alumy, yang telah diabsorpsi dalam tubuh dan siap bekerja dengan baik.

B. FASE FARMAKOKINETIKA
Antasida yang mengandung aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida bekerja menetralisir asam lambung.

C. FASE FARMAKODINAMIKA
Obat yang diberikan secara tablet, atau obat kunyah harus diproses dengan cara dikunyah hingga halus. Antasida yang mengandung aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida bekerja menetralisir asam lambung. Kombinasi aluminium hidroksida 200 mg dan magnesium hidroksida 200 mg mempunyai kapasitas menetralisir asam.


BAB IV
PENUTUP


Obat alumy termasuk obat bebas : obat energik. Dengan antasida yang mengandung aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida 200 mg dan magnesium hidroksida 200 mg mempunyai kapasitas menetralisasi asam besar 11,5 MEq untuk tablet dan 12,7 MEq untuk suspensi. Pada pengobatan simptomatikgejala hipersiditas yang disebabkan gastritis, tukak lambung, refluks esfagitis dan hernia hiatus diafragma. Dengan obat alumy ini akan menyembuhkan penyakit asam lambung, asam yang berlebihan menjadi berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. Keperawatan Medikel Bedah. Buku Kedoketran EGC (Vol.2, edisi 8).
H Lukmanto.IPI(Informasi Akurat Produk Farmasi Indonesia).,Edisi 2

http://gumato.wordpress.com/category/makalah-gastritis-akut/ 12:29, 21-7-2010

Jumat, 18 Juni 2010

DEFINISI

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.

Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

Mekanisme terjadinya luka :
Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
Luka Bakar (Combustio)

Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

PROSES PENYEMBUHAN LUKA


Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.

Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

2. Fase Proliferatif

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”.

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA
Usia, Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan
Infeksi, Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
Hipovolemia, Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
Hematoma, Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
Benda asing, Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
Iskemia, Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
Diabetes, Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
Pengobatan, Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera,• Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan, Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan kesehatan masyarakat dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat dan partisipasi masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan kesehatan masyarakat –termasuk perawat spesialis komunitas perlu mencoba mencari terobosan yang kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan berkesinambungan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka sebagai rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
(1) Upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh perawat dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat
(2) Manfaat apa saja yang dapat diambil dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat
(3) Bagaimana bentuk palaksanaan dalam rangka peningkatan status kesehatan masyarakat

C. Tujuan

Tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk :
(1) Mengidentifikasi model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat;
(2) Menganalisis kemanfaatan model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat; dan
(3) Mengidentifikasi implikasi model pada pengembangan kebijakan keperawatan komunitas dan promosi kesehatan.masyarakat.

D. Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalahn ini adalah sebagai sarana untuk memperkaya pengetahuan bagi pembaca khususnya tentang paran parawat dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
Perawat dapat menciptakan lingkungan yang sehat dengan cara mempromosikan perilaku sehat seperti mencuci tangan sebelum beraktifitas, senantiasa menutup mulut ketika batuk, tidak meludah sembarangan dan kebiasaan-kebiasaan kecil lainnya. Selain itu perawat di puskesmas juga dapat secara proaktif dalam mengadakan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di wilayahnya terkait masalah kesehatan aktual yang dapat menyebar dengan cepat seperti flu burung dan demam berdarah. Diharapkan setelah dilakukan hal-hal tersebut, indikator yang kedua akan terpenuhi yaitu masyarakat memiliki perilaku sehat yang pada akhirnya membentuk lingkungan yang sehat pula.

Dalam hal ini perawat dapat menggunakan metode kunjungan ke rumah-rumah klien yang membutuhkan pelayanan kesehatan ataupun dengan menggunakan kemajuan teknologi untuk mempermudah komunikasi seperti pesawat telepon maupun video conference yang memang belum begitu berkembang di Indonesia. Selain itu, perawat juga harus menambah pengetahuannya dengan terus menuntut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi guna meningkatkan kualitas pelayanannya. Perilaku sehat dan lingkungan yang sehat serta ditunjang dengan fasilitas kesehatan yang memadai dan kemampuan klien untuk mendapatkan pelayanan, akan membuat derajat kesehatan masyarakat juga meningkat.
Berdasarkan penjelasan model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masayarakat, maka perlu dianalisis beberapa aspek yaitu :

1. Pengembangan Kesehatan Masyarakat

Nies dan Mc. Ewan (2001) mendeskripsikan pengembangan kesehatan masyarakat (community health development) sebagai pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat yang mengkombinasikan konsep, tujuan, dan proses kesehatan masyarakat dan pembangunan masyarakat. Tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok masyarakat sebagai klien termasuk sub-sub sistem yang terdapat di dalamnya yaitu individu, keluarga, dan kelompok khusus.

Menurut Nies dan McEwan (2001) perawat komunitas dalam melakukan upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan masyarakat dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian masyarakat yaitu perencanaan sosial, aksi sosial atau pengembangan masyarakat. Tujuan dari penggunaan model pengembangan masyarakat adalah agar individu dan kelompok-kelompok di masyarakat dapat berperan aktif dalam setiap tahapan proses keperawatan dan perubahan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) dan kemandirian masyarakat yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatannya di masa mendatang.

Menurut Mapanga dan Mapanga (2004) tujuan dari proses keperawatan komunitas adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian fungsional klien atau komunitas melalui pengembangan kognisi dan kemampuan merawat dirinya sendiri. Pengembangan kognisi dan kemampuan masyarakat difokuskan pada dayaguna aktifitas kehidupan, pencapaian tujuan, perawatan mandiri dan adaptasi masyarakat terhadap permasalahan kesehatan sehingga akan berdampak pada peningkatan partisipasi aktif masyarakat.

2. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas dalam Pengembangan Kesehatan Masyarakat

Menurut Hitchcock, Scubert, dan Thomas (1999) fokus kegiatan promosi kesehatan adalah konsep pemberdayaan (empowerment) dan kemitraan (partnership). Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat antara lain adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru. Sedangkan kemitraan memiliki definisi hubungan atau kerja sama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI, 2005). Partisipasi klien atau masyarakat dikonseptualisasikan sebagai peningkatan inisiatif diri terhadap segala kegiatan yang memiliki kontribusi pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan.


Perawat spesialis komunitas ketika menjalin suatu kemitraan dengan masyarakat maka ia juga harus memberikan dorongan kepada masyarakat. Kemitraan yang dijalin memiliki prinsip “bekerja bersama” dengan masyarakat bukan “bekerja untuk” masyarakat, oleh karena itu perawat spesialis komunitas perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar muncul partisipasi aktif masyarakat. Membangun kesehatan masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan dan partisipasi masyarakat namun perawat spesialis komunitas perlu membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait misalnya: profesi kesehatan lainnya, penyelenggara pemeliharaan kesehatan, Puskesmas, donatur atau sponsor, sektor terkait, organisasi masyarakat, dan tokoh masyarakat.

Kesehatan masyarakat digambarkan sebagai bangun segitiga beserta unsur partisipasi, kapasitas, dan kepemimpinan (Nies & Mc. Ewan, 2001). Partisipasi berkaitan dengan peran serta aktif seluruh komponen masyarakat, yaitu individu, keluarga, kelompok risiko tinggi, dan sektor terkait lainnya, dalam upaya perencanaan dan peningkatan derajat kesehatan secara komprehensif. Kapasitas memiliki makna tingkat pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan anggota masyarakat secara keseluruhan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat.

3. Sistem Pelayanan Kesehatan

1. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan
2. Meningkatkan pelayanan pasca kesakitan (pasca hospitalisasi) pada masyarakat.
3. Meningkatkan peran serta aktif individu, keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat dalam pengembangan kesehatan masyarakat.
4. Meningkatkan kapasitas, partisipasi, dan kepemimpinan anggota masyarakat dalam pengembangan kesehatan masyarakat.
5. Meningkatkan pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai masyarakat dalam hidup berperilaku sehat.
6. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat terutama upaya kesehatan mandiri yang bersifat preventif dan promotif.
7. Menurunkan insidensi penyakit menular berbasis masyarakat dan lingkungan.
8. Memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan/ kesehatan Individu, keluarga, kelompok, masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian di bidang keperawatan/ kesehatan

B. Analisis Masalah

Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengorganisasikan komponen masyarakat yang dilakukan oleh komunitas dalam upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan masyarakat dapat menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat (community development). Pengembangan kesehatan masyaraka merupakan paradigma perawat komunitas yang relevan dengan situasi dan kondisi profesi perawat di Indonesia.Mmembina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat. Perawat komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat. Membangun kesehatan masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan dan partisipasi masyarakat namun perawat spesialis komunitas perlu membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait misalnya: profesi kesehatan lainnya, penyelenggara pemeliharaan kesehatan, Puskesmas, donatur atau sponsor, sektor terkait, organisasi masyarakat, dan tokoh masyarakat.

Berdasarkan penjelasan model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masayarakat, maka perlu dianalisis beberapa aspek yaitu :

1. Pengembangan Kesehatan Masyarakat
2. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas dalam Pengembangan Kesehatan Masyarakat
3. Sistem Pelayanan Kesehatan

B. SARAN

Melalui makalah ini diharapkan bertambahnya pengetahuan perawat mengenai perannya dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Dan perawat dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat nya kepada masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E.T. & J. McFarlane, 2000. Community as Partner Theory and Practice in Nursing 3rd Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Black, M. 2002. A Handbook on Advocacy – Child Domestic Workers: Finding a Voice. Anti-Slavery International. Sussex, UK: The Printed Word.

Bracht, N. (Ed.). 1990. Health promotion at the community level. Newbury Park, CA: Sage.

Depkes RI. 2004a. Kajian Sistem Pembiayaan, Pendataan dan Kontribusi APBD untuk Kesinambungan Pelayanan Keluarga Miskin (Exit Strategy). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2004b. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.