Minggu, 12 Juni 2011

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ULKUS DIABETIK
A. Pengertian
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

B. Etiologi
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
a. Faktor endogen.
1) Genetik, metabolik.
2) Angiopati diabetik.
3) Neuropati diabetik
b. Faktor ekstrogen
1) Trauma
2) Infeksi
3) Obat
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993)
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).

C. Patofisiologi
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

D. Manifestasi Klinik
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine :
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun, sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki / jari (-), kalus, claw toe
Ulkus tergantung saat ditemukan ( 0 – 5 )
2) Palpasi
a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
b) Klusi arteri dingin,pulsasi ( – )
c) Ulkus :kalus tebal dank eras.

b. Pemeriksaan fisik
1) Penting pada neuropati untuk cegah ulkus
2) Nilon monofilament 10 G
3) Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa
4) Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%), sensitifitas (83%).

c. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan.

d. Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis

e. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

F. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
3) Penghambat glukoneogenesis
4) Penghambat glukosidase alfa

b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

3. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari

4. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri

5. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total

6. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka

7. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I – V : pengelolaan medik dan bedah minor.

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
d. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
e. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
g. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
h. Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasan
i. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
j. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, hipertensi

H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh
I. Rencana intervensi keperawatan
1. Dx 1 : Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
a. Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal
b. Kriteria Hasil :
1) Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2) Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
3) Kulit sekitar luka teraba hangat
4) Edema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah
5) Sensorik dan motorik membaik
d. Rencana tindakan :
1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
2. Dx 2 : Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
a. Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka
b. Kriteria hasil :
1) Berkurangnya oedema sekitar luka
2) Pus dan jaringan berkurang
3) Adanya jaringan granulasi
4) Bau busuk luka berkurang
c. Rencana tindakan :
1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan
2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
3. Dx 3 : Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
a. Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
b. Kriteria hasil :
1) Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang
2) Penderita dapat melakukan metode kan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri
3) Pergerakan penderita bertambah luas
4) Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
c. Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien
2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri
3) Ciptakan lingkungan yang tenang
4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
4. Dx 4 : Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki
a. Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
b. Kriteria Hasil :
1) Pergerakan paien bertambah luas
2) Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan )
3) Rasa nyeri berkurang
4) Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan
c. Rencana tindakan :
1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien
2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal
3) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.


DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC
Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Nurlatifah, Gita (2010). Makalah Ilmiah: Asuhan Keperawatan pada klien dengan Diabetes Mellitus. Jakarta: Poltekkes Jakarta 3
http://yumizone.wordpress.com/2008/12/01/kaki-diabetik/
http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla:id:official&biw=1174&bih=552&tbs=isch:1&q=anatomi+pankreas&revid=1727137898&sa=X&ei=qdBHTZXmBIWnrAfojsmTBA&ved=0CC8Q1QIoAA
http://www.google.co.id/images?q=kulit&oe=utf-8&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&hl=id&tab=wi&biw=1174&bih=552
http://medicom.blogdetik.com/2009/03/11/ulkus-diabetik-2/
http://internisjournal.blogspot.com/2009/02/ulkus-diabetikum.html

Rabu, 08 Juni 2011

pola hidup orang gangguan jiwa

PEMBAHASAN

A. GANGGUAN POLA HIDUP
1) Kecemasan
Termasuk di dalamnya adalah gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan cemas fobia, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan stres pascatrauma. Kecemasan dapat dibedakan kecemasan (tidak jelas cemas terhadap apa) dari ketakutan atau fear (jelas atau tahu takut terhadap apa). Komponen psikologiknya dapat berupa: khawatir, gugup, tegang, cemas, rasa tak aman, takut, lekas terkejut, sedangkan komponen jenis somatiknya misalnya: palpitasi, keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah meninggi, respons kulit terhadap aliran listrik galvanik berkurang, peristaltik bertambah, lekositosis. Kecemasan dapat berupa:
a. Kecemasan yang mengambang (free-floating anxiety)
kecemasan yang menyerap dan tidak ada hubungannya dengan suatu pemikiran
b. Agitasi
kecemasan yang disertai kegelisahan motorik yang hebat
c. Panik
serangan kecemasan yang hebat dengan kegelisahan, kebingungan dan hiperaktivitas yang tidak terorganisasi.
2) Depresi
Pada pasien yang mengalami gangguan depresi termasuk di dalamnya adalah gangguan penyesuaian bisa mengalami kesulitan dalam mempertahankan tidur. Orang depresi biasanya akan lebih cepat bangun di pagi hari. Ada pula yang merasa mengantuk hampir sepanjang hari dan tidak ada gairah, namun jika ditidurkan tidak bisa. Depresi dengan komponen psikologik, misalnya: rasa sedih, susah, rasa tak berguna, gagal, kehilangan, tak ada harapan, putus asa, penyesalan yang patologis; dan komponen somatik, misalnya: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan nadi menurun sedikit.
3) Menarik diri dari interaksi sosial
Seseorang mulai memiliki keinginan untuk menyendiri, memiliki imaginasi yang sangat tinggi dan menikmati sebuah suasana kesendirian, suasana kesendirian yang terlalu berkepanjangan membuat seseorang menikmati kesendirian tersebut dan memicu munculnya fantasi - fantasi semu, jika fantasi - fantasi tersebut berubah menjadi sebuah persepsi nyata dan persepsi tersebut diyakini oleh yang bersangkutan maka seseorang tersebut akan mulai berbicara sendiri, berbicara dengan fantasinya dll.
4) Mengalami kesulitan mengorientasikan waktu
Orang dan tempat. Seseorang mengalami ketidakmampuan untuk mengingat dimana dia berada dan jam berapa dia saat itu, orang dengan kesulitan orientasi ini terjadi karena memorinya hanya berputar pada masalah - masalah yang dia pikirkan, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk mengenali waktu dan tempat.
5) Mengalami penurunan daya ingat dan daya kognitif parah
Ketika diminta untuk melakukan perhitungan sederhana maka dia tidak mampu melakukan dengan mudah, perhitungan yang mudah tersebut menjadi sebuah tugas sulit untuk mereka.

6) Gangguan kesadaran
a. Penurunan kesadaran
1. Apati
Mengantuk dan acuh-tak-acuh terhadap rangsang yang masuk diperlukannya rangsang yang sedikit lebih keras dai biasanya untuk menarik perhatiannya. Berkurangnya afek dan emosi terhadap sesuatu atau terhadap semua hal dengan disertai rasa terpencil dan tidak peduli.
2. Somnolensi
Jelas sudah lebih mengantuk dan rangsang yang lebih keras lagi diperlukan untuk menarik perhatiannya.
3. Sopor
Hanya berespon dengan rangsang yang keras; ingatan, orientasi, dan pertimbangan sudah hilang.
4. Subkoma dan koma
Tidak ada lagi respons terhadap rangsang yang keras; bila sudah dalam sekali, maka reflek pupil (yang sudah melebar) dan reflex muntah hilang lalu timbullah reflex patologik.

b. Kesadaran yang meninggi
Kesadaran yang meninggi adalah keadaan dengan respons yang meninggi terhadap rangsang: suara-suara terdengar lebih keras, warna-warni kelihatan lebih terang: disebabkan oleh berbagai zat yang merangsang otak.
c. Tidur
Gangguan tidur dapat berupa: insomnia, berjalan waktu tidur, mimpi buruk, narkolepsi, kelumpuhan tidur.
d. Hipnosa
Kesadaran yang sengaja diubah (menurun dan menyempit, artinya menerima rangsang hanya dari sumber tertentu saja) melalui sugesti; mirip tidur dan ditandai oleh mudahnya disugesti; setelah itu timbul amnesia.
e. Disosiasi
Adalah sebagian tingkah laku atau kejadian memisahkan dirinya secara psikologik dari kesadaran. Kemudian terjadi amnesia sebagian atau total. Disosiasi dapat berupa: trans, senjakala histerik, fugue, serangan histerik, sindroma ganser, menulis otomatis.
f. Kesadaran yang berubah
Tidak normal, tidak menurun, tidak meninggi, bukan disosiasi, tetapi kemampuan mengadakan hubungan dengan dan pembatasan terhadap dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf “tidak sesuai dengan kenyataan (secara kwalitatif), seperti pada psikosa fungsional.

B. GANGGUAN PENAMPILAN
1) Mengabaikan penampilan dan kebersihan diri
Orang dengan gangguan jiwa mengabaikan penampilan dan kebersihan diri, gambaran dirinya negativ sehingga mereka menganggap penampilan tersebut tidak penting, bahkan beberapa penderita gangguan jiwa parah telanjang dan tidak mengenakan busana berkeliaran kemana - mana.
2) Memiliki perilaku yang aneh
Mengurung diri dikamar, berbicara sendiri, tertawa sendiri, marah berlebihan dengan stimulus ringan, tiba - tiba menangis, berjalan mondar - mandir, berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas.
3) Memiliki keengganan melakukan segala hal
Mereka berusaha untuk tidak melakukan apa - apa bahkan marah jika diminta untuk melakukan apa - apa.
4) Gangguan orientasi
Orientasi adalah kemampuan seseorang untuk mengenal lingkungannya serta hubungannya dalam waktu dan ruang terhadap dirinya sendiri dan juga hubungan dirinya sendiri dengan orang lain. Disorientasi atau gangguan orientasi timbul sebagai akibat gangguan kesadaran dan dapat menyangkut waktu, tempat, atau orang.
5) Efori
Rasa riang, gembira, senang, bahagia yang berlebihan. Bila tidak sesuai dengan keadaan maka ini menunjukkan adanya gangguan jiwa..
6) Anhedonia
Ketidakmampuan merasakan kesenangan, tidak timbul perasaan senang dengan aktivitas yang biasanya menyenangkan baginya.
7) Afek atau emosi tak wajar
Tak wajar atau tak patut dalam situasi tertentu (terganggu secara kwalitatif), umpamanya ketawa terkikih-kikih waktu wawancara. Bila extrim akan menjadi inadequat, yaitu afek dan emosi yang bertentangan dengan keadaan atau isi pikiran dan dengan isi bicara.

8) Afek atau emosi labil
Berubah-ubah secara cepat tanpa pengawasan yang baik, umpamanya tiba-tiba marah-marah atau menangis.
9) Variasi afek atau emosi sepanjang hari
Perubahan afek dan emosi mulai sejak pagi sampai malam hari. Umpanya, pada psikosa manik-depresi maka jenis depresinya lebih keras pada pagi hari dan menjadi lebih ringan pada sore hari.
10) Ambivalensi
Emosi dan afek yang berlawanan timbul bersama-sama terhadap seorang, suatu obyek atau suatu hal.
11) Gangguan Perhatian
Tidak mampu memusatkan (memfokus) perhatian pada hanya satu hal/keadaan, atau lamanya memusatkan perhatian itu berkurang daya konsentrasi terganggu.
12) Grimas
Mimik yang aneh dan berulang-ulang.
13) Stereotipi
Gerakan salah satu anggota badan yang berkali-kali dan tidak bertujuan.
14) Pelagakan (mannerism)
Pergerakan atau lagak yang stereotip dan teatral (seperti sedang bermain sandiwara).